Gizi FK-KMK UGM. Setiap kota memiliki kekhasan sendiri untuk daerahnya, dari potensi alam, warisan budaya hingga kuliner. Demikian pula dengan Yogyakarta yang memiliki pesona alam dan warisan budaya yang sangat menarik untuk dikunjungi, belum lagi wisata kulinernya yang terkenal dengan berbagai makanan dan camilan serba manis. Hal inilah yang membuat Yogyakarta memiliki magnet baik wisatawan domestik maupun internasional. Terasa kurang jika ke Yogyakarta tidak mencicipi gudeg yang legit, serta camilan bergula seperti bakpia, geplak, ampyang dan lainnya. Selain makanan tradisional, saat ini begitu marak makanan ataupun jajanan kekinian yang dijual dengan tampilan yang menarik dan dengan kemudahan untuk mendapatkannya melalui aplikasi pembelian makanan online. Kemudian dengan banyaknya berbagai makanan tradisional dan makanan kekinian yang tinggi energi dan gula apakah menjadi penyumbang semakin naiknya prevalensi penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia?
Sesuai data Riskesdas Kemenkes RI 2018 bahwa selama kurun waktu 5 tahun terdapat kenaikan prevalensi PTM seperti kanker, stroke, ginjal kronis, diabetes mellitus (DM), hipertensi dan penyakit jantung koroner. Sebut saja, stroke dari tahun 2013 – 2018 naik dari 7% menjadi 10,9%, kemudian penderita hipertensi naik dari 25% menjadi 34% tentu saja kenaikan ini cukup signifikan dibandingkan dengan angka kejadian penyakit menular yang cenderung menurun. Bahkan menurut data WHO 2018 bahwa PTM menyumbang 73 % angka kematian di Indonesia. Kemudian apabila dikaitkan dengan aneka makanan tradisional di Yogyakarta, apakah menjadi salah satu faktor penyumbang naiknya prevalensi PTM? Untuk menjawab pertanyaan ini FK-KMK UGM menyelenggarakan talkshow kesehatan mengenai “Mengenal Kandungan Gizi Makanan Tradisional dan Kaitannya dengan Peningkatan Prevalensi PTM di Yogyakarta” pada 18 Desember 2019.
Talkshow tersebut menghadirkan Dr. Lily Arsanti Lestari, STP., MP salah satu staf dosen Departemen Gizi Kesehatan FK-KMK UGM yang merupakan Pakar Pangan Fungsional. Dalam kesempatan tersebut Dr. Lily menyampaikan mengenai buku beliau yang berjudul “Kandungan Zat Gizi Makanan Khas Yogyakarta”. Disampaikan bahwa memang ada beberapa makanan tradisional khas Yogyakarta yang memiliki kalori yang sangat tinggi seperti gudeg telur komplit, lotek, ayam goreng kalasan, dan ayam goreng bacem yang memiliki kalori antara 600 sampai 1000 kalori per porsi. Belum lagi berbagai camilan manis khas jogja seperti ampyang, bakpia, wajik dan geplak yang memiliki kalori 100 sampai 140 kalori per biji. Lebih lanjut disampaikan bahwa makanan yang tinggi energi dengan kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi dapat meningkatkan risiko obesitas dan makanan selingan yang tinggi gula akan meningkatkan risiko penyakit diabetes. Namun, apakah peningkatan prevalensi PTM hanya berasal dari kontribusi makanan tradisional?
Ternyata, menurut Dr. Lily lebih lanjut bahwa di samping tingginya kalori dan kadar gula dalam makanan tradisonal juga memiliki nilai plus diantaranya bahwa beberapa makanan tradisional mengandung serat pangan yang tinggi seperti, lotek, gudangan, pecel, urap, trancam, dan sebagainya. Selain itu juga diolah secara tradisional sehingga akan mempertahankan kandungan zat gizi makanan tersebut. Hal ini dapat dibandingkan dengan berbagai makanan kekinian yang diolah dengan cara yang cepat (fast food) dan bahan baku yang tinggi energi, lemak, garam dan serat pangan yang rendah. Tentu hal ini akan semakin membuat makanan kekinian tersebut lebih memiliki risiko lebih tinggi dalam meningkatkan prevalensi PTM dibandingkan makanan tradisional.
Selain itu juga, makanan tradisional memiliki tantangan dan peluang. Dr. Lily menyampaikan bahwa ada beberapa peluang dan tantangan untuk makanan tradisional diantaranya memodifikasi makanan tradisional agar lebih menyehatkan, misalnya dengan mengurangi porsi penyajian, mengurangi kandungan gula dan diganti dengan gula alkohol atau pemanis lainnya namun hal ini perlu dilakukan riset lebih lanjut mengenai seberapa banyak kadarnya kemudian porsinya hingga dari segi rasanya. Selain itu makanan tradisional perlu mengikuti perkembangan jaman dalam metode penjualannya agar tidak kalah dengan makanan kekinian dan perlu untuk melakukan penelitian di masyarakat untuk mengetahui jenis makanan yang mana yang paling berkontribusi pada peningkatan prevalensi PTM, selain kontribusi dari faktor lain seperti gaya hidup, kurangnya aktivitas fisik, dan sebagainya. (Adhe/Gizi)
Narasumber: Lily Arsanti Lestari
Kontributor Foto: IRO FK-KMK UGM